Sejarah Desa Jungkare
Desa
Jungkare
menurut riwayat dahulu berupa hutan belukar banyak
ditumbuhi glagah alang alang. Kemudian datang ditempat ini dua bersaudara yang
selanjutnya disebut nama :
1. Nyai Jengkare dan adiknya
2. Kyai Ageng Gribig
Dua
orang membakar hutan belukar kemudian bekas api pembakaran dijadikan pedukuhan
dan ditanami macam-macam tanaman pohon. Kalau dilihat peta desa ini pantas
dahulu bekas api pembakaran sebab bentuknya ditepi berliku-liku. Tanaman
peninggalan Nyai Jengkare yang sekarang masih hidup ialah pohon nangka gedhe.
Setelah
pedukuhan ini banyak penghuninya, Kyai Ageng Gribig Jengkar dari pedukuhan ini
menuju ke arah barat sampai Jatinom. Jengkar dari dukuh ini ke Jatinom (
Jengkar dalam bahasa Jawa Jengkare menjadi Jungkare) Nyai jengkare disuruh
Menetap dan sesekali dikunjungi Kyai Ageng Gribig. Menurut cerita para sesepuh
Kyai Ageng Gribig tiap bulan puasa mengimami shalat tarawih di Jungkare.
Setelah selesai Tarawih di Jungkare kembali ke Jatinom mengimami shalat Tarawih
di Jatinom.
Desa
Jungkare disebut juga Karangjungke karena seorang Bupati Anom Jungkare
bertempat tinggal di Desa Karanganom yaitu Bandoro Kliwon Reksodipuro I alias
Muthahal. Riwayatnya pada akhir perang Diponegoro seorang pahlawan bernama Kyai
Mojo putra Kyai Mojo yang dimakamkan di desa Janti bermarkas di Desa Jungkare.
Satu kompi pasukan Belanda masuk Desa Jungkare untuk menangkap Kyai Mojo tetapi
tidak berhasil. Disebabkan kesaktian Kyai Mojopasukan Belanda tidak terarah dan
anak buah Kyai Mojo bersembunyi di gua-gua buatan pasukan Kyai Mojo, sekarang
masih ada terletak ditepi sungai sebelah barat desa Jungkare yang sekarang
dikenal dengan nama Rong Pedhet. Hal ini karena dahulu ada sapi kecil/pedhet
yng digembala disungai dekat gua itu masuk dan sulit keluar lagi.
Satu
kompi pasukan Belanda setelah beberapa hari di Jungkare tidak dapat menemukan
Kyai Mojo dan anak buahnya, kembali dan lapor kepada atasannya. Kemudian
Gubernur Jendral Belanda berunding dengan Raja Surakarta bagaimana
caranya untuk dapat
menengkap Kyai Mojo. Hasil Perundingan dikeluarkan sayembara siapa yang dapat
menangkap dan menyerahkan Kyai Mojo di istana Surakarta diberi kedudukan
pangkat Bupati Anom/Kliwon tujuh keturunan, gelar Tumenggung sayembara
disiarkan keseluruh kerajaan Surakarta. Mengingat setelah tertangkapnya
Pangeran Diponegoro pasukannya menjadi buyar dan lumpuh, termasuk Kyai Mojo
rupa-rupanya menjadi putus harapan untuk melanjutkan perang, maka dipanggillah
salah seorang anak buah Kyai Mojo yang tersetia bernama Muthahal disuruh
menghadap Raja Surakarta masuk sayembara dan sanggup menangkap Kyai Mojo yang
nantinya akan berada di Kleco supaya dijemput dan diserahkan raja di istana
Surakarta.
Muthahal
berangkat keistana Surakarta,Kyai Mojo berangkat ke Kleco mengambil jalan dari
Jungkare, Jebugan, Karanganom, Jurangjero menuju Janti,ziarah orang tuanya.
Kemudian Beliau berangkat ke Kleco menunggu murid yang setia yang disuruhnya
mengambil sayembara dari istana Surakarta. Muthahal mupu sayembara diterim
dengan senang oleh Raja, diberi kalung cinde pada lehernya pertanda perintah
segera dilaksanakan dan diberi kereta kuda untuk titian dan sejumlah pengawal.
Segera
Muthahal menuju Kleco sampai disana bertemu Kyai Mojo terus diikat dengan cinde
dinaikkan kereta dihaturkan raja diistana Surakarta. Dan sesudah selesai
kesemuanya Kyai Mojo dibuang ke Ambon, Muthahal diangkat bupati Anom kembali ke
Jungkare kemudian bertempat tinggal di Desa Karanganom. Maka Beliau mendapat
gelar Kliwon Karangjungke Reksodipuro I. Beliau yang pertama-tama mendirikan
pabrik gula tebu jadi gula batu yang bekas pabriknya sekarang masih ada yaitu
totogan jalan dari Desa Jungkare sebelah selatan Desa Jebugan desa Karanganom
dan namanya pabrik Karangjungke. Akan tetapi pada waktu beliau menunaikan
ibadah haji ke Mekkah meninggal dunia di Mekkah, pabriknya diambil aliholeh
Onderneming Belanda dan dipindah ketimur daerah Karangan sekarang dan makin
disempurnakan, dan menghasilkan gula pasir nama pabriknya pabrik gula
Karanganom.
Berhubung
pimpinan pabrik gula Karanganom ini masih keluarga Raja karena perkawinan
sedang raja yang berkuasa atas semua tanah, maka areal pabrik untuk tanaman
tebu disewanya dari raja dengan mudah. Termasuk sawah-sawah Jungkare Songgogawe
untuk kebutuhan pabrik gula tersebut. Penderitaan petani makin berat terus
turun temurun karena sawahnya terus dikurangi dan tenaga diperas oleh
onderneming. Banyak dari orang Jungkare dahulu mengajukan tuntutan kepada Raja
berdemonstrasi dan berpanas-panas dan mengajukan wakil demonstran menghadap Patih Dalem
menyampaikan tuntutannya (cerita mbah Harjodikromo), almarhum salah seorang
yang ikut demonstrasi beberapa hari diSurakarta dipimpin oleh Wongsorejo Wates.
Setelah adanya peristiwa itu di Surakarta datanglah Ir.Soekarno berpidato
dirumahnya mbah Demang Mangunpawiro, bahwa Jungkare dalam rangka gerakan
kemerdekaan dan menuntut upah buruh. Rupanya rapat tersebut diketahui Belanda
dan banyak pemuda Jungkare diambil untuk diurus di Kawedanan Ponggok. Diantara
Pemuda-pemuda tersebut yang sekarang masih adalah Haji Abdullahhadi dan Ahmad
Rustam. Oleh karena wedononya baik, tidak mau mengurus malah disuruh pulang.
Tetapi Desa Jungkare terus diawasi ketat oleh pemerintah Belanda dikirimkan
satu pasukan kompeni Belanda bermalam dirumah R.Harjosudarso sekarang ini.
Menurut perintah tugasnya keKarangjungke Ditunjukkan desa Karanganom tidak mau
yang namanya Jungkare inilah yang dimaksud Karangjungke oleh Pimpinan Kompeni
Belanda.
Jaman
perang kemerdekaan desa Jungkare juga menjadi markas pejuang-pejuang, para
gerilyawan sering menghadang tentara Belanda disebelah utara desa pada waktu
tentara Belanda menduduki Jatinom, seorang putra Jungkare tewas dalam peristiwa
itu ialah Much Tahrir dan dimakamkan dimakam Daleman Jungkare.
Karena
seringnya pencegatan gerilyawan kita disebelah utara Jungkare maka menimbulkan
kemarahan tentara Belanda. Desa Jungkare dijadikan karangabang dihujani api
konon ratusan rumah penduduk dibakar tentara Belanda. Hal ini tidak
mengendorkan semangat justru makin gigih penduduk membantu pejuang-pejuang kita
untuk mempertahankan kemerdekaan RI.
Desa
Jungkare adalah Desa yang paling banyak mengalami pergantian pemimpin sejak
adanya Lurah Desa Tahun 1921.
Adapun
Kepala Desa yang pernah menjabat :
Kepala
Desa I : Darmo Sutirto sejak tahun 1921-1924
Kepala
Desa II : Demang Trunodikoro sejak tahun 1924-1929
Kepala
Desa III : Sastrowirjo sejak tahun 1929-1933
Kepala
Desa IV : Djojokartono sejak tahun 1933-1939
Kepala
Desa V : Wiryohamijoyo sejak tahun 1939-1944
Kepala
Desa VI : Harjosukaryo sejak tahun 1944-1944
Kepala Desa VII : Wiryowiyoto sejak tahun 1944-1947
Kepala Desa VIII: H Djuraimi sejak tahun 1947-1956
Kepala Desa IX :
H Maesuri sejak tahun 1956-1988
Kepala Desa X :
Joko Supama sejak tahun 1988-1991
Kepala Desa XI :
Gunawan Wibisono sejak tahun 1991-1993
Kepala Desa XII :
Ali Walgito sejak tahun 1993-2002
Kepala Desa XIII : Wakhid Muhsin sejak tahun 2002-2013
Kepala Desa XIV : Ananti Windu Nugroho tahun
2013-sekarang
Info lokasi bekas pabriknya mas
BalasHapusInfo lokasi pasnya bekas pabrik gula karang jungle mas
BalasHapusInfo lokasi pabrik gula batu jungkare gan
BalasHapus